Mendengarkan kata UAN (ujian Akhir Nasional) atau UNAS mengingatkan saya kembali pada seorang guru. Kita sebut saja nama "Guru X",karena kejadian ini adalah kisah nyata yang didalam cerita ini nantinya bisa membuat ada pihak-pihak yang kurang berterima. Guru X adalah seorang Guru SMA di kota kecil yang penuh dedikasi selalu aktif membantu siswa baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Tidak jarang ia menyisihkan gajinya yang terbilang pas-pas-an untuk membantu siswa atau siswi yang kurang mampu untuk bisa tetap melanjutkan sekolah.
Saya kenal Guru X sejak beliau mengajar matematika sewaktu kelas I SMA dulu. Mata pelajaran Matematika mampu diajarkannya sedemikian rupa sehingga dengan mudah dicerna teman-teman. Kehadiran Guru X selalu ditunggu-tunggu baik dikelas maupun di kegiatan ekstrakurikuler karena hampir semua kegiatan ekstra kurikuler beliau termasuk pembinanya. Awal saya pikir mungkin karena masih lajang alias jomblo maka beliau demikian. Namun ternyata setelah 15 tahun lebih berlalu, saat adik bungsu saya sekolah di SMA itu juga ternyata nama beliau tetap harum sebagai guru yang aktif dan selalu jadi motivator bagi murid-murid walaupun beliau sudah memiliki 2 putri yang cantik dan duduk di bangku SMP.
Saya teringat ketika beliau akan membelikan saya baju pramuka berikut biaya ekstrakurikulernya agar saya mau ikut bergabung dalam organisasi pramuka sekolah, namun saya tolak. Mungkin beliau menyadari selama ini saya selalu menolak ditawari sebagai ketua kelas, ketua osis karena menambah pengeluaran dan mengurangi waktu untuk membantu orang tuamencari nafkah, bahkan terakhir ditunjuk Guru X untuk perwakilan sekolah sebagai siswa teladan juga saya tolak karena merasa masih ada teman lain yang lebih pantas untuk itu. Sekarang saya menyadari bahwa apa yang dilakukannya terhadap saya adalah untuk masa depan saya sendiri. Terima kasih Guru X atas kisah indah di masa SMA dulu, karena Bapak juga kami anak-anakmu dapat seperti saat ini.
Namun 2 tahun lalu bertepatan dengan UAN atau UNAS ini, Guru X jatuh sakit dan harus opname berpindah-pindah Rumah sakit di Kota M karena tidak sanggup menangani. Guru X di vonis menderita Kanker Otak stadium 3B, Subhanallah 1 tahap lagi ke stadium 4 maka tidak harapan lagi untuk hidup. Wajahnya pucat, badan agak sedikit kurus, rambutnya berguguran, kulit di sekitar leher hitam terbakar karena panas Kemoterapi, suaranya yang gak bisa dengan jelas lagi terdengar.
Dari sang Ibu, istri Guru X saya dapatkan informasi bahwa Guru X jatuh sakit tatkala sudah saat tengah malam hari ke-3 mengerjakan soal-soal UAN. Ternyata sejak UAN diperkenalkan, Guru X bersama 2 rekan gurunya harus mengerjakan soal-soal UAN terlebih dahulu pada tengah malam hingga pagi hari agar besoknya jawaban bisa dibagikan. Sebuah kegiatan yang curang, namun terpaksa dilakukan demi Lulusnya murid-muridnya dari UAN untuk melanjutkan cita-citanya. Guru X dan rekan-rekannya mau berkorban untuk melakukan itu walaupun tanpa imbalan apapun.
Memang harus kita akui bahwa hal ini dilakukan karena jika murid banyak yang tidak lulus, maka menjadi catatan hitam dari pemerintah atasan. Demikian juga orang tua murid dan masyarkat akan men-cap bahwa guru-guru di sekolah itu tidak becus mengajar sehingga banyak murid yang tidak lulus. Sebuah dilema UAN UNAS bagi seorang guru antara memberikan contoh tauladan dengan menyelamatkan murid dan sekolah, bahkan harus mengorbankan kesehatan hingga jatuh sakit menderita kanker otak.
Kanker otak dengan pengobatan kemoterapi bukanlah pengobatan yang murah dan mudah. Biaya 1 kali kemoterapi saja hampir 15 Juta Rupiah, dan untuk Stadium Kanker 3B yang dialami Guru X harus menjalani 12 kali kemoterapi yang dilakukan minimal sekali seminggu hingga sebulan untuk memberikan waktu bagi tubuh untuk memulihkan stamina atau normalnya kembali sel-sel tubuh yang ikut mati karena kemoterapi.
Pada saat menjenguk di Rumah sakit, kami bersama beberapa teman alumni mengumpulkan uang untuk meringankan biaya perobatan dan berjanji akan mengkoordinir alumni untuk membantu biaya perobatan. Namun dalam kondisi sakit demikian parah dan biaya yang besar, dengan suara yang terbata-bata dan tidak jelas serta harus diterjemahkan oleh sang Isteri Guru X mengatakan “terima kasih, dan tidak usah mengkoordinir alumni untuk membantu biaya. Untuk menjaga agar tidak menimbulkan iri bagi guru yang lain, karena beberapa waktu yang lalu ada juga guru yang sakit.
Hati ini semakin terenyuh, dalam kondisi sakit yang kritis, Guru X masih mampu memikirkan perasaan orang lain. Sementara untuk menanggulangi biaya perobatan tersebut, Guru X harus menunda kembali memperbaiki rumahnya dan Sang Isteri urung mendampingi sang putrinya untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional di Ujungpandang.
Dalam hati hanya bisa berdo’a, semoga Guru X segera diberikan kesembuhan, jikapun memang sudah azalnya janganlah diberikan beban yang berat ini dan lama. Do’a ini muncul karena memang jarang Kanker dengan stadium yang sudah demikian parah dapat bertahan hidup. Apalagi kondisi Guru X yang cukup lemah kondisi tubuhnya dan mentalnya yang cukup drop.
Syukurlah sekitar 3 bulan yang lalu ketika pulang kampung, saya ketemu Guru X disalah satu rumah muridnya yang bolos sekolah. Guru X kelihatan lumayan sehat walaupun kulit hitam legam di leher masih kelihatan membekas dan rambutnya pun sudah mulai tumbuh kembali, serta sudah mampu kembali lagi menjalani profesi guru sebagai pengajar dan pendidik untuk mencetak putra putri terbaik bangsa untuk mewujudkan Indonesia Baru dengan Indonesia berani Berubah dan Indonesia Bangkit.
Mudah-mudahan kisah pilu seorang guru saat UAN UNAS ini tidak terjadi ditempat lain di negeri ini, cukuplah ini menjadi contoh bahwa perlu ada perbaikan dalam sistem pendidikan Indonesia.
0 Response to "Kisah Pilu Seorang Guru Saat UAN UNAS"
Posting Komentar